Uang, alat tukar yang sangat dibutuhkan untuk memenuhi setiap kebutuhan dalam hidup. Banyak orang bilang uang tidak bisa membeli kebahagiaan dan sebagainya. Benar, uang tidak bisa membeli kebahagiaan tetapi itu memberikan jalan menuju kebahagiaan, jadi secara tidak langsung, uang itu bersangkutan atau dengan kata lain dapat membeli kebahagiaan. Tentunya ada beberapa hal yang tidak bisa dibeli dengan uang, salah satunya adalah nyawa. Maksudnya adalah seseorang tidak bisa membeli nyawa untuk membangkitkan seseorang dari kematian, ataupun menukarnya dengan nyawa orang lain. Tapi bukan itu yang akan dibahas di sini, ada satu hal lagi yang lebih krusial, apa itu?
Support atau dukungan, ya, ini adalah hal yang tidak bisa dibeli dengan uang. Tapi tunggu, support yang mana? Tentunya support atau dukungan dari orang yang sangat dekat dengan kita, orang yang sangat kenal dengan kita, orang yang sangat mengerti tentang kita, yep, orangtua. Support seperti apa? Bukannya mereka sudah memberi kita makan? Membesarkan kita? Benar, tapi apa itu cukup? Kenapa bisa ada banyak orang yang stress dan tidak semangat untuk hidup padahal mereka masih muda? Salah satunya karena kurangnya dukungan dari orang tua secara mental.
Pernahkah kalian mendengar cerita tentang seseorang yang ingin mencapai sesuatu tetapi ditolak oleh orangtuanya atau tidak didukung oleh orangtuanya? Pernah? Jarang? Sering? Bagaimana ekspresi mereka ketika menceritakan pengalamannya tersebut? Sedih bukan? Siapa yang mau melawan kehendak orangtuanya? Tentu siapapun tidak akan tega. Tapi, beberapa dari mereka justru melawan dan apa yang mereka capai? keberhasilan, meski hanya beberapa dari mereka. Coba bayangkan jika orangtua mereka mengizinkan mereka untuk melakukan apa yang mereka sukai, mereka pasti/sebisa mungkin akan melakukannya dengan maksimal.
Ada sebuah postingan di salah satu media sosial yang berjudul "Seberapa Miskin Kalian" dan di dalamnya terdapat kisah mengharukan seseorang yang berada di kalangan bawah berjuang untuk menempuh pendidikan dan bertahan hidup dengan segala keterbatasan. Dan di akhir kalimat kalau tidak salah terdapat pesan "janganlah mengeluh terhadap apa yang tidak kalian miliki, karena masih banyak yang berada di bawah kalian." Memang benar, tapi yang sebenarnya menjadi masalah kenapa orang-orang itu mengeluh adalah karena kurangnya perhatian dari orangtua, kurangnya dukungan dari orangtua, dan terlalu mengekang apa yang orangtua kehendaki. Mereka akan berpikir kalau orangtua mereka sendiri tidak menyayangi mereka atau mereka merasa kurang bebas untuk menyalurkan apa yang mereka sukai.
Penulis sendiri sekarang ini sangat jarang berbicara kepada orangtua, kenapa? Karena penulis merasa apa yang penulis katakan tidak pernah didengarkan. Ini mulai terjadi saat penulis masih duduk di bangku SMP, orangtua (ibu) penulis selalu membantah apa yang penulis katakan, contoh ketika orangtua (ibu) bertanya dalam keadaan marah lalu penulis jawab, orangtua penulis akan mengatakan "jawab terus! Diem kamu!" dan ini terjadi berulang-ulang, hingga penulis terlalu malas untuk berbicara dengannya lagi. Tetapi, ini tidak terjadi pada penulis tetapi juga kakak penulis. Selain itu, ketika terjadi sesuatu pasti selalu penulis yang disalahkan. Misalnya, ketika masalah sepele seperti pintu yang terbuka orangtua (ibu) penulis akan berteriak protes "ini siapa yang ngebuka pintu?! Tutup dong!" Padahal penulis sendiri terus berada di dalam rumah dan teriakan itu terjadi saat penulis berada di dekat orangtua (ibu). Sampai penulis sendiri terbiasa dengan keadaan seperti ini, dan bertahan hingga sekarang dengan beban yang tidak mudah ini. Penulis dinilai menjadi orang yang pendiam, padahal hanya merasa malas untuk berbicara, tidak kepada orangtua saja, tetapi juga orang-orang sekitar. Suicide Thought sering menghampiri penulis, tetapi banyak sekali yang sudah "menyelamatkan penulis dari keadaan tersebut. Titik terendah yang pernah penulis alami adalah ketika penulis mendengar kalimat "Penulis tuh ga bisa apa-apa" dengan kepala penulis sendiri yang dikatakan oleh orangtua (bapak) di belakang penulis. Sampai sekarang kata-kata itu terngiang-ngiang di kepala, membuat penulis merasa tidak lagi bersemangat untu melanjutkan hidup.
Dan tentunya masih banyak di luar sana yang mengalami hal serupa atau mungkin lebih parah, bahkan sampai ada yang melakukan cutting. Support secara mental tidak akan pernah bisa dibeli dengan uang, dan beruntung orang-orang yang mendapatkan itu. Tapi, bagaimana dengan mereka yang tidak seberuntung kita dan tidak memiliki orangtua dari kecil? Itu tergantung dari orang-orang terdekat mereka.
Ini juga menjadi sebuah pelajaran bagi penulis di masa yang akan datang, memberi dukungan kepada keluarga dan juga orang-orang sekitar. Untuk kalian yang memiliki pengalaman yang sama, bertahanlah, memang tidak mudah tetapi kalian tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Untuk orangtua atau calon orangtua, berikanlah kesempatan kepada anak kalian untuk menyalurkan apa yang mereka sukai, berikan dukungan dan jangan khawatir mereka tidak bisa melakukannya, ajarkan mereka. Khawatir memang tidak bisa dihindarkan tetapi jika berlebihan juga tidak bagus. Jangan sampai menyia-nyiakan potensi yang dimiliki buah hati. Dan jangan sampai kehilangan kepercayaan di dalam keluarga sendiri.
Itulah yang tidak bisa dibeli dengan uang. Dan berbuat baiklah ke semua orang.
Ada sebuah postingan di salah satu media sosial yang berjudul "Seberapa Miskin Kalian" dan di dalamnya terdapat kisah mengharukan seseorang yang berada di kalangan bawah berjuang untuk menempuh pendidikan dan bertahan hidup dengan segala keterbatasan. Dan di akhir kalimat kalau tidak salah terdapat pesan "janganlah mengeluh terhadap apa yang tidak kalian miliki, karena masih banyak yang berada di bawah kalian." Memang benar, tapi yang sebenarnya menjadi masalah kenapa orang-orang itu mengeluh adalah karena kurangnya perhatian dari orangtua, kurangnya dukungan dari orangtua, dan terlalu mengekang apa yang orangtua kehendaki. Mereka akan berpikir kalau orangtua mereka sendiri tidak menyayangi mereka atau mereka merasa kurang bebas untuk menyalurkan apa yang mereka sukai.
Penulis sendiri sekarang ini sangat jarang berbicara kepada orangtua, kenapa? Karena penulis merasa apa yang penulis katakan tidak pernah didengarkan. Ini mulai terjadi saat penulis masih duduk di bangku SMP, orangtua (ibu) penulis selalu membantah apa yang penulis katakan, contoh ketika orangtua (ibu) bertanya dalam keadaan marah lalu penulis jawab, orangtua penulis akan mengatakan "jawab terus! Diem kamu!" dan ini terjadi berulang-ulang, hingga penulis terlalu malas untuk berbicara dengannya lagi. Tetapi, ini tidak terjadi pada penulis tetapi juga kakak penulis. Selain itu, ketika terjadi sesuatu pasti selalu penulis yang disalahkan. Misalnya, ketika masalah sepele seperti pintu yang terbuka orangtua (ibu) penulis akan berteriak protes "ini siapa yang ngebuka pintu?! Tutup dong!" Padahal penulis sendiri terus berada di dalam rumah dan teriakan itu terjadi saat penulis berada di dekat orangtua (ibu). Sampai penulis sendiri terbiasa dengan keadaan seperti ini, dan bertahan hingga sekarang dengan beban yang tidak mudah ini. Penulis dinilai menjadi orang yang pendiam, padahal hanya merasa malas untuk berbicara, tidak kepada orangtua saja, tetapi juga orang-orang sekitar. Suicide Thought sering menghampiri penulis, tetapi banyak sekali yang sudah "menyelamatkan penulis dari keadaan tersebut. Titik terendah yang pernah penulis alami adalah ketika penulis mendengar kalimat "Penulis tuh ga bisa apa-apa" dengan kepala penulis sendiri yang dikatakan oleh orangtua (bapak) di belakang penulis. Sampai sekarang kata-kata itu terngiang-ngiang di kepala, membuat penulis merasa tidak lagi bersemangat untu melanjutkan hidup.
Dan tentunya masih banyak di luar sana yang mengalami hal serupa atau mungkin lebih parah, bahkan sampai ada yang melakukan cutting. Support secara mental tidak akan pernah bisa dibeli dengan uang, dan beruntung orang-orang yang mendapatkan itu. Tapi, bagaimana dengan mereka yang tidak seberuntung kita dan tidak memiliki orangtua dari kecil? Itu tergantung dari orang-orang terdekat mereka.
Ini juga menjadi sebuah pelajaran bagi penulis di masa yang akan datang, memberi dukungan kepada keluarga dan juga orang-orang sekitar. Untuk kalian yang memiliki pengalaman yang sama, bertahanlah, memang tidak mudah tetapi kalian tidak akan pernah tahu apa yang akan terjadi di hari esok. Untuk orangtua atau calon orangtua, berikanlah kesempatan kepada anak kalian untuk menyalurkan apa yang mereka sukai, berikan dukungan dan jangan khawatir mereka tidak bisa melakukannya, ajarkan mereka. Khawatir memang tidak bisa dihindarkan tetapi jika berlebihan juga tidak bagus. Jangan sampai menyia-nyiakan potensi yang dimiliki buah hati. Dan jangan sampai kehilangan kepercayaan di dalam keluarga sendiri.
Itulah yang tidak bisa dibeli dengan uang. Dan berbuat baiklah ke semua orang.
Comments
Post a Comment